KODE IKLAN DFP 1 Kata-Kata Widji Thukul | Kata-Kata Puitis Yang Tegas | kumpulan tips dan trik menarik

Kata-Kata Widji Thukul | Kata-Kata Puitis Yang Tegas

KODE IKLAN 200x200
KODE IKLAN 336x280
Widji Thukul  (Juga biasa ditulis Wiji Tukul) ialah penyair 'rakyat' yang lahir dengan nama orisinil 'Widji Widodo'. Dia mendapat nama panggung 'Widji Thukul' sehabis aktif di teater. Sejak ketika itu ia aktif menulis syair dengan kata-kata yang lugas, tegas, dan menyerang.

Kata-kata yang ditulisnya dalam puisi ialah kata-kata 'pemberontakan' terhadap keadaan dan menyuarakan perlawanan terhadap ketidak-adilan. Widji Thukul tidak pernah menamatkan sekolah SMKI-nya. Dia putus sekolah ketika kelas 2, sebab ketiadaan biaya.

Ilustrasi Widji Thukul - Mateus Situmorang/kumparan


Selain dikenal sebagai penyair dan berkesenian, Widji Tukul juga sekaligus penggagas politik dan buruh. Maka puisi-puisi yang dibentuk tak jauh dari hal itu. Karena aktivitasnya dalam pergerakan itulah, di juga turut serta mendeklarasikan PRD (Partai Rakyat Demokratik), oposisi di zaman orde baru.

Dia sempat ditahan sebab agresi demonstrasi. Pada tahun 1998, dilaporkan hilang sehabis menjadi buron bertahun-tahun. Meskipun jasad dan keberadaannya tidak pernah ditemukan, tapi warisannya berupa karya puisi yang tegas, masih bertahan dan dibaca sampai kini. Bahkan berurat berakar, di kalangan penggagas pergerakan.

Salah satu kutipan karyanya yang paling populer adalah:

Hanya ada satu kata: lawan!

Kata-kata itu benar-benar menjadi pendorong untuk sebuah perlawanan. Perlawanan terhadap ketidakadilan yang masih terjadi.

Kata-kata Widji Thukul, dikutip dari puisi-puisinya memang sangat bernas, tegas bahkan keras. Salah satunya berbunyi begini:

Kemerdekaan ialah nasi, dimakan jadi tai!

Melalui baris puisi tersebut, Widji Thukul bahwasanya melaksanakan protes keras terhadap keadaan. Yang 'katanya' Indonesia sudah merdeka. Kemerdekaan itu tampaknya sesuatu yang nikmat diibaratkan nasi. Tapi begitu dimakan, dipahami, dijalani, ternyata isinya sangat menjijikkan, tai.'

Melalui baris puisi tersebut, Widji Thukul mengabarkan pada semua bahwa kemerdekaan di zaman Orde gres ialah kemerdekaan semu. Isinya ialah keburukan sebab pembungkaman dan ketidak-adilan.

Kata-kata Widji Tukal, memang 'tidak terlalu puitis' dalam artian tidak memakai kata-kata yang indah dan menadayu-dayu. Kata-tanya lugas, tapi masih mengandung unsur keindahan puisi, yaitu keindahan rima.

Berikut ini kutipan puisinya:

kausiksa saya sangat keras
hingga saya makin mengeras
kau paksa saya terus menunduk
tapi keputusan tambah tegak

Dalam kutipan puisi Widji Thukul di atas, terdapa perungalan suara yang sama untuk tiap dua baris. Yaitu kata keras yang berima dengan mengerah. Begitu pula pada baris selanjuntya, yaitu kata menunduk yang berima dengan kata tegak.

Berikut ini dikutipkan salah satu puisi karya Widji Thukul yang terkenal:

PERINGATAN

Jika rakyat pergi

Ketika penguasa pidato

Kita harus hati-hati

Barangkali mereka putus asa

Kalau rakyat bersembunyi

Dan berbisik-bisik

Ketika membicarakan masalahnya sendiri 

Penguasa harus waspada dan berguru mendengar

Bila rakyat berani mengeluh 

Itu artinya sudah gawat 

Dan jika omongan penguasa

Tidak boleh dibantah
 Kebenaran niscaya terancam

Apabila undangan ditolak tanpa ditimbang

Suara dibungkam kritik tidak boleh tanpa alasan

Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
 Maka hanya ada satu kata: lawan!

(1986)
KODE IKLAN 300x 250
close
==[ Klik disini 1X ] [ Close ]==
KODE IKLAN DFP 2
KODE IKLAN DFP 2