Dalam postingan sebelum-sebelumnya, sudah dibahas wacana puisi Aku karya Chairil Anwar. Salah satunya yaitu artikel yang berjudul Analisis Makna Puisi 'Aku' Karya Chairil Anwar. Dalam analisis itu, makna yang dibahas yaitu makna wacana puisi saya secara keseluruhan.
Bagaimana puisi Aku menjadi tonggak puisi modern Indonesia. Bagaimana proses dan alasan perubahan judul dan larik puisi Aku juga disinggung di situ.
Namun, alasannya hanya membahas makna puisi menurut struktur intrinsiknya, maka tidak dibahas wacana aksara 'aku' yang disebutkan dalam puisi karya Chairil Anwar tersebut. Maka dari itu, dalam goresan pena kali ini, akan dibahas khusus wacana aksara 'Aku' dalam puisi karya Pelopor Angkatan 45 tersebut.
Sebelum membahas aksara tokoh 'Aku' mari kita baca kembali puisinya:
Aku
Kalau hingga waktuku
'Ku mau tak seorang 'kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini hewan jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan sanggup kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan saya akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi!
Analisis Karakter Tokoh Aku dalam Puisi yang berjudul 'Aku' karya Chairil Anwar
Tentu saja, aksara 'Aku' dalam puisi tersebut, identik dengan sang penyair. Yaitu Chairil Anwar. Yang saat menulis puisi itu masih sangat muda. Maka dalam memahami aksara tokoh 'Aku' dalam puisi tersebut, tidak sanggup dilepaskan dari konteks Chairil sebagai pemuda, yang hidup di zaman penjajahan Jepang.
Akan tetapi, tentu saja dalam menganalisis aksara tokoh 'Aku' dalam puisi ini, tidak juga dilepaskan dari konteks puisi dalam segi strukturnya. Karena yang sedang dianalisis di sini yaitu aksara tokoh dalam karya. Bukan aksara penyairnya.
Berdasarkan pembacaan terhadap puisi tersebut, sanggup dikatakan bahwa tokoh 'Aku' merupakan aksara 'orang' yang mempunyai sifat pantang menyerah, tidak pernah putus asa, bahkan sedikit egois dan punya pandangan hidup yang jauh ke depan.
Untuk lebih jelasnya, penyematan karakter-karakter atau sifat-sifat tokoh 'Aku' dalam puisi di atas akan dijelaskan dengan argumentasi dari dari larik-lariknya.
Tokoh saya tidak sanggup dibujuk. Ketika sudah mempunyai kemauan surut ia berpantang. Terus maju untuk mengejar keinginannya. Dihalangi dengan bujukan dan ditangisi (mungkin oleh keluarganya) tokoh 'Aku' tidak surut. Tampak dalam larik /tak perlu sedu sedan itu/.
Ketika dihalang-halangi dengan kekerasan, digambarkan dengan tembakan. Tokoh 'aku' juga tidak peduli. Dia akan tetap bersuaha mencapai keinginannya. Tergambar dalam larik /biar peluru menembus kulitku// saya tetap meradang menerjang//.
Kedua, aksara tokoh 'aku' dalam puisi ini dalah 'tahan banting'. Masih bekaitan dengan kondisi dan aksara awalnya. Tokoh 'aku' sanggup disebut sebagai tokoh yang siap menderita demi sebuah idealismenya.
Tampak dalam larik: /luka dan sanggup kubawa berlari// berlari//. Dari sini tampak. Tokoh saya 'siap mendapatkan keadaan' meskipun keadaannya sama sekali tidak menyenangkan. Yaitu keadaan terluka dan sakit.
Tokoh saya juga mempunyai aksara yang berpandangan luas, jauh ke depan. Tampak dalam larik: Aku mau hidup seribu tahun lagi!
Semoga analisis aksara tokoh 'aku' dari puisi karya Chairil Anwar ini sanggup memperlihatkan citra yang terang bagi kita untuk sanggup meneladaninya.
Bagaimana puisi Aku menjadi tonggak puisi modern Indonesia. Bagaimana proses dan alasan perubahan judul dan larik puisi Aku juga disinggung di situ.
Sebelum membahas aksara tokoh 'Aku' mari kita baca kembali puisinya:
Aku
Kalau hingga waktuku
'Ku mau tak seorang 'kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini hewan jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan sanggup kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan saya akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi!
Analisis Karakter Tokoh Aku dalam Puisi yang berjudul 'Aku' karya Chairil Anwar
Tentu saja, aksara 'Aku' dalam puisi tersebut, identik dengan sang penyair. Yaitu Chairil Anwar. Yang saat menulis puisi itu masih sangat muda. Maka dalam memahami aksara tokoh 'Aku' dalam puisi tersebut, tidak sanggup dilepaskan dari konteks Chairil sebagai pemuda, yang hidup di zaman penjajahan Jepang.
Akan tetapi, tentu saja dalam menganalisis aksara tokoh 'Aku' dalam puisi ini, tidak juga dilepaskan dari konteks puisi dalam segi strukturnya. Karena yang sedang dianalisis di sini yaitu aksara tokoh dalam karya. Bukan aksara penyairnya.
Berdasarkan pembacaan terhadap puisi tersebut, sanggup dikatakan bahwa tokoh 'Aku' merupakan aksara 'orang' yang mempunyai sifat pantang menyerah, tidak pernah putus asa, bahkan sedikit egois dan punya pandangan hidup yang jauh ke depan.
Untuk lebih jelasnya, penyematan karakter-karakter atau sifat-sifat tokoh 'Aku' dalam puisi di atas akan dijelaskan dengan argumentasi dari dari larik-lariknya.
Tokoh saya tidak sanggup dibujuk. Ketika sudah mempunyai kemauan surut ia berpantang. Terus maju untuk mengejar keinginannya. Dihalangi dengan bujukan dan ditangisi (mungkin oleh keluarganya) tokoh 'Aku' tidak surut. Tampak dalam larik /tak perlu sedu sedan itu/.
Ketika dihalang-halangi dengan kekerasan, digambarkan dengan tembakan. Tokoh 'aku' juga tidak peduli. Dia akan tetap bersuaha mencapai keinginannya. Tergambar dalam larik /biar peluru menembus kulitku// saya tetap meradang menerjang//.
Kedua, aksara tokoh 'aku' dalam puisi ini dalah 'tahan banting'. Masih bekaitan dengan kondisi dan aksara awalnya. Tokoh 'aku' sanggup disebut sebagai tokoh yang siap menderita demi sebuah idealismenya.
Tampak dalam larik: /luka dan sanggup kubawa berlari// berlari//. Dari sini tampak. Tokoh saya 'siap mendapatkan keadaan' meskipun keadaannya sama sekali tidak menyenangkan. Yaitu keadaan terluka dan sakit.
Tokoh saya juga mempunyai aksara yang berpandangan luas, jauh ke depan. Tampak dalam larik: Aku mau hidup seribu tahun lagi!
Semoga analisis aksara tokoh 'aku' dari puisi karya Chairil Anwar ini sanggup memperlihatkan citra yang terang bagi kita untuk sanggup meneladaninya.